Dongkrak Daya Beli Pemerintah Harus Turunkan Harga BBM

Dongkrak Daya Beli Pemerintah Harus Turunkan Harga BBM

bbm

Prosatu.com Jakarta – Pemerintah didorong menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) sebagai upaya stimulus untuk mendongkrak daya beli masyarakat. Ekonomi Indonesia sedang lesu karena melambatnya ekonomi global termasuk jatuhnya harga komoditas.
Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Teguh Dartanto mengungkapkan, paket kebijakan yang belum lama ini dikeluarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sifatnya hanya menata iklim bisnis di dalam negeri. Dampak konkretnya ke masyarakat masih butuh waktu beberapa bulan ke depan.

Deregulasi 134 peraturan dampaknya jangka panjang dan bersifat makro.”Kalau mau cepat memperbaiki daya beli masyarakat, sebenarnya tinggal turunkan harga BBM saja. BBM kan kalau mengacu harga internasional sudah turun, jadi kalau pun turun tidak membahayakan APBN. Tapi sampai sekarang belum turun,” ujar Teguh dalam diskusi Senator Kita, di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Minggu (20/9).

Sebelumnya Komisi VII DPR yang membidangi pengawasan di sektor Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) juga mendesak pemerintah segera menurunkan harga BBM, seperti besin premium dan minyak solar, karena saat ini harga minyak dunia terus anjlok. Apalagi berdasarkan asumsi APBN harga minyak ditetapkan sekitar US$ 60 per barel, sementara harga minyak dunia saat ini berkisar US$ 40-45 per barel.

Harga BBM jenis premium saat ini Rp7.300 per liter, sedangkan solar Rp6.900 per liter. Harga ini sudah bertahan selama dua bulan.

Teguh mengatakan kebijakan penurunan harga BBM juga bersifat riil dan efeknya bisa dirasakan semua pelaku usaha.

“Kalau paket kebijakan hanya menyentuh pengusaha besar karena sifatnya makro. Kalau BBM kan riil semua masyarakat sampai bawah merasakan. Saya heran harga premium sampai sekarang masih kayak harga Pertamax,” ucap Teguh.

Selain itu, paket kebijakan ekonomi hanya stimulus yang sifatnya level nasional, namun tidak menyentuh pembangunan ekonomi di daerah.

“Dari 134 kebijakan itu kalau dilihat levelnya nasional semua. Seolah pemerintah daerah (Pemda) nggak diajak, dampaknya implementasi di lapangan susah. Mereka (Pemda) bingung mau ngapain dengan adanya paket kebijakan. Akhirnya yang kementerian yang di pusat saja yang jalan. Padahal Pemda ini yang justru paling menggerakkan ekonomi secara nasional,” tutur Teguh.

Senada dengan Teguh, Guru Besar Ekonomi Universitas Lampung Bustanul Arifin mengungkapkan, paket kebijakan ekonomi pemerintah tidak menyentuh masalah, apalagi memperbaiki daya beli masyarakat untuk menggerakan pertumbuhan ekonomi. Saat ini pemerintah sedang menyiapkan deregulasi 134 peraturan terkait mendorong ekonomi.

“Dari 134 itu, mana yang benar-benar aksi. Semua kan masih dipetakan di tingkat kementerian, beberapa malah sifatnya masih pekerjaan rutin, bukan gebrakan. Kalau mau yang nyata dampaknya di lapangan yah BBM, atau kemudahan kredit buat UKM,” jelas Arifin.

Bustanul mengatakan, kebijakan penurunan suku bunga pun nyatanya sulit direalisasi. Berkaca dari pengalaman-pengalaman sebelumnya pun, serapan kredit UKM selalu kecil meski dengan iming-iming bunga rendah.

“Karena yang diperbaiki tidak di level aksi. Coba lihat bunga KUR (kredit usaha rakyat), bahwa agar pantas dibiayai KUR, usaha rakyat harus dapat rekomendasi dulu dari dinas setempat, tapi dari dulu sampai sekarang kalau mau dapat rekomendasi selalu ada pungutan. Jadinya siapa yang mau ngajukan kredit, itu yang sebenarnya diharapkan pelaku usaha kecil di daerah,” imbuh Arifin.

Pihak PT Pertamina (Persero), selaku BUMN yang menjual BBM premium dan solar mengatakan harga minyak yang saat ini di bawah US$ 50 per barel adalah minyak mentah. “Ini berbeda dengan perhitungan harga BBM di Indonesia yakni menggunakan harga produk BBM,” kata Direktur Pemasaran Pertamina, Ahmad Bambang.

Bambang mengatakan, produk BBM tersebut berdasarkan harga rata-rata Harga Indeks Pasar (HIP) atau Mean of Plats Singapore (MOPS). Selain itu, perbedaan harga minyak mentah dengan harga produk BBM berkisar US$ 12-18 per barel.”Beda harga antara minyak mentah dengan harga produk BBM berkisar di angka US$ 12-18 per barel,” ungkapnya.

Dia menambahkan, belum tentu ketika harga minyak mentah turun, harga produk BBM di pasar dunia langsung turun. “Tidak selalu. Karena tetap hukum ekonomi berlaku yaitu supply-demand, kalau demand produk masih tinggi ya belum turun,” jelasnya. (mb/ps)